Wira pernah mengikuti acara organisasi keagamaan luar sekolah sewaktu ia SMA. Ia diperkenalkan dengan wacana radikal bahwa orang yang bukan pengikut agama mereka, halal darahnya. Kristenisasi makin merajalela; Amerika dan Yahudi adalah biang kerok kekacauan dunia; agama mereka didzolimi bahkan di negeri ini, ajaran agama mereka sudah tidak lagi murni.
Tetapi seiring waktu, muncul pertanyaan di hati Wira: “Apakah beragama harus seperti itu?”
Kitab suci menceritakan tentang seorang yang giat dan ketat beragama, bahkan ia sampai menganiaya orang yang berkeyakinan lain. Sang Rasul berbangga karena status keagamaannya: “disunat pada hari kedelapan, dari bani Israel, dari suku Benyamin, orang Ibrani asli. Tentang pendirian hukum taurat, ia seorang Farisi. Tentang kegiatan, ia penganiaya jemaat. Tentang ketaatan, ia tidak bercacat” (Surah Filipi.3:4-6).
Meskipun begitu, sang rasul mengaku bahwa “aku manusia celaka!” (Surah Rum 7:24). Karena meskipun ia taat sedemikian rupa, perbuatan baiknya tidak bisa melepaskannya dari cengkraman dosa dan maut.
Pernahkah kamu mengalami ketika makin giat beragama, malah makin merasa jauh dari Tuhan? Semakin ketat mengikuti perintah agama tetapi semakin frustasi karena terus gagal?