Dosa ialah pelanggaran hukum Allah (Surah 1 Yahya 3:4). Kejadian ini berawal kala Nabi Adam dan Siti Hawa memakan buah pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat (umat muslim menyebutnya buah Quldi). Sebelumnya, Allah melarang mereka untuk memakan buah pohon di tengah taman itu. Karena bujukan ular, Hawa memakannya dan membagikan kepada suaminya, Adam.
Pelanggaran kepada larangan Allah itu fatal bagi manusia sebab pada hari mereka memakannya “pastilah engkau mati” (Surah Kejadian.2:17). Tentu kematian di sini tidak langsung berarti manusia mati secara fisik yakni terpisah antara tubuh dan jiwa. Nabi Adam dan Siti Hawa masih hidup bahkan setelah Allah mengusir mereka dari taman Eden. Kematian yang mereka alami adalah kematian rohani yakni “terpisah antar tubuh dan jiwa dengan Allah.”
Agama yang menuntut manusia melakukan perintah Allah dan menjauhi laranganNya akan frustasi dengan dosa karena kitab suci menaruh standar yang amat tinggi terhadap ketaatan mutlak manusia kepada Allah. “Sebab barang siapa menuruti seluruh hukum tetapi mengabaikan satu bagian dari padanya, ia bersalah terhadap seluruhnya” (Surah Yakobus.2:10).
Tidak ada manusia yang dapat mentaati standar tinggi semacam ini. Alasannya adalah karena dosa itu masuk melalui satu orang yakni Nabi Adam dan bersama maut, dosa itu menjalar kepada semua orang (Surah Rum 5:12). Akibatnya semua orang berada di bawah kuasa dosa (Surah Rum 3:9). Artinya semua manusia “tidak bisa tidak berbuat dosa”. Standar agama yang menyerukan agar manusia “mentaati perintah dan menjauhi larangan” tidak mungkin melepaskan manusia dari kuasa dosa. Berita buruknya “upah dosa ialah maut” (Surah Rum 6:23a).