Strategi pamungkas menghadapi depresi adalah iman. Sayang sekali kita sering salah memahami iman. Kita menganggap bahwa iman adalah perasaan yakin padahal perasaan itu sendiri dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi. Tentu iman kita tidak berdasarkan pada keadaan sekitar. Persoalan kedua adalah iman sering dilihat sebagai sebuah magis. Seolah mantra, ketika kita mengucapkannya maka iman itu berlaku.
Iman adalah sebuah aktivitas. Artinya bahwa iman itu bukan saja dimiliki tetapi mesti diterapkan. Ketika danau mengamuk, murid-murid Isa ketakutan dan mereka membangunkan Nya. Isa kemudian bertanya kepada mereka “dimanakah imanmu?” Mereka memiliki iman tetapi tidak diterapkan dalam situasi itu. Iman adalah penolakan terhadap rasa panik. Kedua, iman berkait dengan apa atau siapa yang kita percayai. Ini tentu berkaitan dengan firman Allah juga pribadi Isa Almasih. Di dalam iman selalu ada kata “tetapi”. Meski situasi dan kondisi begitu, “tetapi…” Ketiga, iman tetaplah iman meski ia sebesar biji sesawi. Allah yang kita imani itulah yang bekerja di balik iman kita yang kecil.
Mengalami depresi adalah saat yang tepat untuk menerapkan iman kita kepada Allah. Lewat pergulatan menghadapi gangguan suasana hati itu, iman kita kepada Allah semakin dimurnikan.