Kyle Idleman dalam bukunya “the end of me” mengupas bagaimana orang yang berdukacita akan dihibur oleh Allah. Ia mengatakan bahwa ada hal-hal yang sering datang mengganggu mimpi atau hidup kita. Ini persis seperti gejolak yang menyebabkan kita mengalami gejala depresi yang sudah dijelaskan di atas. Mungkinkah kita bahagia kalau kita mendengar keluarga kita mengalami kecelakaan hebat? Orang tua kita akan cerai? Pacar kita yang berkata “kita berteman saja”; kita divonis sakit kanker stadium akhir; dan lain sebagainya. Kejadian-kejadian di atas tentulah membuat kita berduka.
Namun yang menarik adalah justru dalam masa seperti itulah Allah menjumpai kita. Allah hadir dalam penderitaan kita. Itulah penghiburannya. Lewat penderitaan dan dukacita, Allah sedang merenda, membentuk hidup kita semakin serupa dengan Isa Almasih, Junjungan kita. Dengan mengatakan demikian, tidak berarti bahwa Allah adalah asal dari semua kemalangan atau pencobaan yang kita alami. Itu semua jelas karena dosa dan keinginan sendiri. Allah memakai semua itu, termasuk karena kesalahan kita, untuk membentuk kita menjadi pribadi yang sungguh mengasihi Allah dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap kekuatanmu.
Rasul Petrus menasihati kita dengan mengatakan “bergembiralah akan hal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan. Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu – yang jauh lebih tinggi nilainya daripada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api – sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Isa Almasih menyatakan diri-Nya.” Dengan demikian, gejala dan gejolak depresi bisa kita lihat dengan cara lain yakni itu semua bisa dipakai Allah untuk memurnikan iman kita