Acap kali orang yang paling sering melukai kita adalah orang tua kita sendiri. Ini mengingatkan kita akan teori bambu. “Bambu yang berdekatanlah yang paling sering bergesekan.”Ada banyak hal yang bisa membuat orang tua kita melukai kita. Bisa saja karena kita adalah anak yang tidak diinginkan lahir ke dunia ini karena kita adalah anak hasil perselingkuhan. Bisa juga karena ayah dan/atau ibu kita sekarang ini adalah orang tua sambung kita. Mereka mengabaikan kita karena kita bukan darah-daging mereka. Kita kemudian menjadi sasaran kemarahan mereka. Alhasil, kita adalah anak-anak broken heart yang lahir dari keluarga broken home.
Dalam banyak kasus, kadang kita sering menjadi korban padahal kita tidak berbuat salah sama sekali. Kita tidak memilih dilahirkan dalam keluarga ini atau itu. Sedihnya, kita dibuang dan diabaikan begitu saja. Mereka meninggalkan kita tanpa bertanggung jawab akan masa depan kita.
Meskipun begitu, Allah sungguh tidak melupakan kita. “Dapatkan seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? Sekalipun dia melupakannya, Aku tidak akan melupakan engkau” (Yesaya 49:15).
Kamu yang ditinggalkan orang tuamu, ingatlah bahwa Allah tidak pernah meninggalkanmu!
Nilai Diri
“Apakah kamu sedang merasa diabaikan dan ingin mengatasinya?”
Cikal Bakal Nilai Diri
“Kebanyakan nilai diri kita dibentuk oleh keluarga inti bahkan sejak kita masih di dalam kandungan.”
Efek Nilai Diri Yang Salah
“Perasaan tentang nilai diri merupakan inti dari kepribadian.”
Lingkungan dan Nilai Diri
“Siapa sesungguhnya diri kita ditentukan oleh apa yang ada di lingkungan kita.”
Kita adalah rupa dan gambar Allah
“Kesibukan keseharian kita telah membuat kita lupa bahwa kita ini berharga di mata Allah.”
Isa Memulihkan Nilai Diri Kita
“La akan memulihkan gambar dirimu, Ia akan menjadikan kamu baru!”
Pendosa Besar
“Orang saleh cenderung mengabaikan para pendosa. Mungkin itu juga yang kita alami.“
Rancangan Damai Sejahtera
“Allah memiliki rencana yang indah bagi masa depanmu. Ia sanggup mengubah dirimu yang suram menjadi hidup yang penuh arti.”